Activity

  • Aditia Nilam Saputri posted an update 6 years, 5 months ago

    RESENSI BUKU SASTRA DALAM EMPAT ORBA
    Judul : Sastra dalam Empat Orba
    Penulis : Agus R. Sarjono
    Penerbit : Yayasan Bentang Budaya
    Tahun terbit : Cetakan pertama, Februari 2001
    Tebal : xv + 321 halaman
    No. ISBN : 9795411218
    Sinopsis :

    Sebagaimana banyak hasil seni, sastra tidak lahir dalam sebuah kevakuman/ ada sebuah ruang diskursif yang terbentang manakala sebuah karya sastra dilahirkan. Poejangga Baroe lahir dalam ruang diskursif kebangkitan Eropa dengan semangat renaissance sebagai narasi besar yang menjadi hypogram-nya. Di sisi lain, sastrawan Pujangga Baru juga berhadapan dengan realitas budaya asal, yakni hamparan budaa lokal tradisional yang sebagaimana penjajahan tidak kondusif bagi ide-ide humanisme romantik. Nasionalisme, sebuah ide yang juga marak dalam ruang diskursus era Pujangga Baru, segera menjadi ide utama karena dalam dirinya ia memat dua hal: kemerdekaan dari penjajahan kolonial, dan kemerdekaan dari kungkungan tradisionalitas. Tidak mengherankan jika STA – sosok warisan renaissance in optima forma – kemudian melahirkan “Semboyan yang Tegas” tentang Indonesia sebagai sebuah entitas baru, lepas dari semua akar masa lalu yang disebutnya pre-Indonesia.
    Dalam ruangan semacam itu, tidaklah mengherankan jika khazanah sastra Indonesia mulai era Balai Pustaka hingga Pujangga Baru dipenuhi karya bertema nasionalisme dan pertentangan keras terhadap tradisi. Dalam lingkungan tematik semacam itu, Pujangga Baru, juga sastrawan Balai Pustaka, menuliskan karya-karya sastranya dalam konvensi sastrawi kaum Romantik Barat, via Angkatan 80-an Belanda dengan tradisi syair dan hikayat sebagai latar belakang.
    Di zaman penjajahan Belanda, sastra memang menjadi bagian dari khazanah keterdidikan dan menempati bagian cukup penting dalam persekolahan Hindia Belanda. Itulah sebabnya mereka bersusah payah mendirikan pua Komisi Bacaan Rakyat yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dan penyedia bacaan bagi masyarakat terdidik bumiputra. Selain menerbitkan dan mengelola distribusi bacaan ke berbagai pelosok Hindia Belanda , pertama lewat kelurahan namun kemudian lewat sekolah-sekolah, komisi ini memang bertindak pula sebagai penangkal yang memerangi bacaan-bacaan bernuansa politis pergerakan yang mereka tuduh sebagai bacaan liar. Namun dalam logika Orde Lama maupun terutama Orde Baru sekarang ini, tidaklah perlu bersusah-susah mendirikan komisi bacaan rakyat untuk memerangi bacaan liar. Memerangi bacaan liar tersebut bagi logika pemerintah Indonesia merdeka mudah saja: Bredel! Kenyataan didirikannya Komisi Bacaan Rakyat yang kemudian menjadi Balai Pustaka itu menunjukkan bagaimana bacaan dan literariness merupakan bagian penting dalam citarasa dan kesadaran kolonial Belanda.
    Dalam situasi semacam itu, tidaklah mengherankan jika para fonding father kita rata-rata apresiatif terhadap khazanah sastra dunia. Semua itu tidak lain karena mereka dididik dalam sekolah-sekolah Belanda. Sadar atau tidak mereka tularkan pula cita hidup Eropa mereka. Cita alias iddeal keterdidikan Eropa adalah keintelektualan berbasis khazanah pustaka. Karena literariness merupakan basis dari cita penddikan Eropa, maka melek sastra pun dijadikan bagian penting dalam pendidikan. Hal ini tidaklah terhindarkan karena tidak mungkin seseorang disebut terpelajar tanpa memiliki minat dan daya apresiasi yang baik terhadap sastra.
    Pendidikan Indonesia pascakemerdekaan dibangun dengan semua hal yang berbalikan dan anti-Belanda. Semua musuh Belanda sama dengan pahlawan nasional. Dan pendidikan Belanda yang berbasis keberaksaraan (literacy) tersebut sengaja atautidak dilawan dengan model pendidikan berbasis kelisanan (orality). Jadilah pendidikan pascakemerdekaan sebagai pendidikan yang berbasis kegiatan belajar-mengajar di ruang-ruang kelas dengan segala kelisanannya, bukannya berbasis keberaksaraandi ruang perpustakaan dan laboratorium. Ini semua berlaku sejak TK sampai pascasarjana.

    Kelebihan :
    Buku tersebut dikemas dengan sangat lengkap yang membuat pembaca dapat menambah ilmu pengetahuan secara detail tentang sejarah sastra di Indonesia. Buku tersebut juga memperkenalkan kita tentang beberapa sastrawan beserta karya-karyanya pada saat masa penjajahan dan juga kemerdekaan.

    Kekurangan :
    Di buku tersebut terdapat beberapa kata yang sulit dipahami.