Activity

  • Fitri Andriyani posted an update 5 years, 2 months ago

    Makalah kelompok epistimologi

    BAB I
    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah
    Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan epistemologi kita dapat memecahkan masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar mengenai asal usul sumber pengetahuan. Dengan epistemologi dapat mempelajari suatu pengetahuan melalui berbagai metode. Karena setiap orang pasti membutuhkan suatu pengetahuan dalam kehidupannya untuk menghadapi berbagai fenomena dalam kehidupan. Oleh karena itu, Epistemologi sangat penting untuk dikaji supaya menambah wawasan pembaca.

    Rumusan Masalah
    Apa yang dimaksud dengan epistimologi?
    Apa saja tahap atau metode untuk memperoleh pengetahuan?
    Bagaimana implementasi atau contoh epistimologi dalam Jawa?
    Bagaimana Penerapan metode epistemologi?
    Apa saja paham yang berada dalam epistemologi?

    Tujuan
    Untuk mengetahui definis, pengertian atau maksud dari epistimologi.
    Untuk mengetahui apa saja tahap atau metode untuk memperoleh pengetahuan.
    Untuk mengetahui ipmlementasi atau contoh epistimologi dalam jawa.

    Manfaat
    Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan epistemologi, mengetahui metode-metode dalam mencari dan memperoleh suatu pengetahuan. Mengetahui bagaimana implementasi epistemologi terutama di masyarakat Jawa.

    Kajian Teori
    Menurut Ali Maksum (2008:36-37), epistemologi adalah filsafat tentang ilmu pengetahuan yang mempersoalkan sumber, asal mula, dan jangkauan serta validitas dan realiabilitas dari berbagai klaim terhadap ilmu pengetahuan. Kattsof juga mendifinisikan epistemologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal-mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan.
    Driyarkara (2006:1019) menjelaskan salah satu cabang filsafat tentang pengetahuan adalah logika yang memuat logika formal yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukum memikir, yang harus ditaati supaya dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran serta logika material atau kritika (epistemologi) yang memandang isi pengetahuan, bagaimana isi ini dapat dipertanggungjawabkan, mempelajari sumber-sumber dan asal ilmu pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, kemungkinan-kemungkinan dan batas pengetahuan, kebenaran dan kekeliruan,metode ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
    Hardono Hadi (1994:5) mendifinisikan epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
    Blackburn (2013:286-287) menjelasakan epistemologi berasal dari bahasa Yunani epistemika yang berarti pengetahuan.
    Mudhofir (2008:66) menjelaskan epistemologi yang juga disebut teori pengetahuan, secara etimologi berasal dari kata Yunani episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang artinya teori.
    Pranarka ()1979:16) menjelaskan pengetahuan adalah suatu fungsional di dalam hidup manusia.
    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai ssesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

    BAB II
    PEMBAHASAN

    Pengertian Epistemologi
    Menurut Ali Maksum (2008:36-37), epistemologi adalah filsafat tentang ilmu pengetahuan yang mempersoalkan sumber, asal mula, dan jangkauan serta validitas dan realiabilitas dari berbagai klaim terhadap ilmu pengetahuan. Kattsof juga mendifinisikan epistemologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal-mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan. Hal ini meliputi pertanyaan yang mendasar yang dikaji antara lain apakah pengetahuan itu? Bagaimanakah cara mempunyai pengetahuan? Bagaimana cara membedakan antara pengetahuan dan pendapat?Apakah yang merupakan corak-corak pengetahuan itu? Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan kesesatan itu? Apakah kesalahan itu?. Pertanyaan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang pertama mengacu pada sumber pengetahuan yang dapat dinamakan pertanyaan epistemologi kefilsafatan, dan pertanyaan yang kedua berkaitan dengan masalah semantik, yaitu yang menyangkut hubungan penegtahuan dengan objek pengetahuan tersebut.
    Driyarkara (2006:1019) menjelaskan salah satu cabang filsafat tentang pengetahuan adalah logika yang memuat logika formal yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukum memikir, yang harus ditaati supaya dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran serta logika material atau kritika (epistemologi) yang memandang isi pengetahuan, bagaimana isi ini dapat dipertanggungjawabkan, mempelajari sumber-sumber dan asal ilmu pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, kemungkinan-kemungkinan dan batas pengetahuan, kebenaran dan kekeliruan,metode ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Hardono Hadi (1994:5) mendifinisikan epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Filsafat pengetahuan menurut Gallagher terjemahan Hardono Hadi (1994:180) merupakan usaha untuk membiarkan pikiran untuk mencapai pengenala akan esensinya sendiri; usaha pikiran untuk mengekspresikan dan menunjukkan kepada dirinya sendiri dasar-dasar kepastian yang kokoh. Mudhofir (2008:66) menjelaskan epistemologi yang juga disebut teori pengetahuan, secara etimologi berasal dari kata Yunani episteme yang artinya pengetahuan dan logos yang artinya teori. Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan sahnya (validitas) pengetahuan. Blackburn (2013:286-287) menjelasakan epistemologi berasal dari bahasa Yunani epistemika yang berarti pengetahuan. Pertanyaan sentral epistemologi meliputi: asal-usul pengetahuan, tempat pengalaman dalam membangkitkan pengetahuan, dan tempat rasio dalam hal yang sama, hubungan antara pengetahuan dan kepastian, dan antara pengetahuandan kemustahilan kekeliruan, kemungkinan dari skeptitisme universal, dan bentuk-bentuk yang berubah dri pengetahuan, yang muncul konsep-konsep baru tentang dunia. Pranarka ()1979:16) menjelaskan pengetahuan adalah suatu fungsional di dalam hidup manusia.

    Metode-Metode
    Empirisme
    Pada metode ini, pengetahuan dianggap dapat diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman di sini dapat diperoleh dengan pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi merupakan bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu setelah merasakan sendiri melalui salah satu atau beberapa atau bahkan seluruh indera yang kita miliki, yaitu indera peraba, pencium, pendengar, perasa, dan pelihat. Melalui pengalaman indera ini manusia dapat memperoleh pengetahuan baru sehingga menambah pengetahuan yang telah dimilikinya. Akal yang dimiliki manusia dianggap sebagai tempat penampungan yang menerima secara pasif hasil pengalaman indera atau penginderaan yang telah dilakukan manusia.
    Empirisme radikal menganggap bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi, dan yang tidak dapat dilacak dianggap sebagai bukan suatu pengetahuan. Paham ini juga sering dianggap sebagai sensasionalisme. Menurut empirisme pengalaman terjadi akibat objek yang merangsang pengalaman inderawi, yang kemudian merangsang syaraf dan diteruskan ke otak. Di dalam otak sumber rangsangan dipahami sebagaimana adanya, atau kemudian dibentuk tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi. Dengan demikian pengetahuan dapat diperoleh.
    Rasionalisme
    Rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal, sedangkan pengalaman dipandang sebagai bahan pembantu untuk memperoleh pengetahuan. Penganut paham ini meyakini kebenaran maupun kesesatan terletak dalam ide kita, bukan dalam barang sesuatu. Akal budi dianggap sebagai (1) jenis perantara khusus untuk mengetahui kebenaran, dan (2) suatu teknik deduktif yang dapat menemukan kebenaran; atau dengan kata lain melakukan penalaran. Dengan penalaran ini akan menarik kesimpulan-kesimpulan sehinggga dapat menjadi pengetahuan. Pada akal terdapat ketentuan bahwa apa yang diketahui pasti dalam hal tertentu , mempunyai hakekat yang sedemikian rupa sehingga dapat diketahui oleh akal. Ukuran kebenaran pada rasionalisme adalah kemustahilan untuk mengingkari dan untuk memutar balikkan sesuatu.
    Fenomenalisme Ajaran Kant
    Immanuel Kant, filsuf Jerman abad XVIII berpendapat bahwa dalam memperoleh pengetahuan harus dengan menembus pengalaman, bukan diperoleh melalui pengalaman indera, melainkan ditambahkan pada pengalaman. Dengan kata lain pengetahuan diperoleh didasarkan pengalaman. Untuk memperoleh pengetahuan ada istilah ‘bentuk-bentuk a priori’, sebagai berikut:
    Analitis a priori
    Sintesis a priori
    Analitis posteriori
    Sintesis postetiori
    Ia berpendapat bahwa pengalaman yaitu proses perangsangan alat indera dan diterima oleh akal dalam bentuk pengalaman. Selanjutnya dilakukan penghubungan sesuai kategori-kategori pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Dengan demikian sebenarnya kita tidak memperoleh pengetahuan tentang keadaan sebenarnya, namun hanya gejala (phenomenon) atau yang nampak pada kita,. Meski demikian, bagi Kant penganut paham empirisme benar (meskipun benar hanya untuk sebagian) jika berpendapat bahwa pengetahuan didasarkan pada pengetahuan. Namun penganut rasionalisme juga benar, karena akal merasionalkan sendiri suatu pengetahuan.
    Intuisionisme
    Menurut Bergon, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Apa yang kita alami melalui intuisi tidak dapat dinyatakan sebagaimana keadaannya, namun hanya dapat diterjemahkan ke dalam uraian dari sudut pandang tertentu, sehingga apa yang kita alami itu bukanlah pengetahuan. Pada intuisi berpendirian bahwa pengalaman indera hanya “yang nampak belaka”, sedangkan intuisilah yang “kenyataan”. Intuisi menganggap bahwa sesuatu tidak pernah seperti yang nampak pada kita, dan hanya intuisilah yang mengungkapnya pada keadaan sebenarnya.
    Metode Ilmiah
    Metode ilmiah mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti dipergunakan dalam memecahkan masalah. Unsur pertama dalam metode ini adalah “pengamatan” (pengalaman-pengalaman) yang dipakai sebagai dasaruntuk merumuskan suatu masalah. Metode ilmiah diawali dan diakhiri dengan pengamatan, namun hanya sebagai pembagian nisbi.
    Jika sudah ada masalah akan ada usulan penyelesaian yang disebut dengan “hipotesa”. Hipotesa adalah usulan yang berupa saran yang bersifat sementara dan memerlukan verfikasi. Dalam proses menemukan hipotesa disusun fakta-fakta yang telah diketahui dalam suatu kerangka tertentu yang diharapkan dapat cocok dengan hipotesa. Metode penalaran dari pengamatan yang khusus ke arah suatu pernyataan mengenai semua pengamatan yang sama jenisnya dikenal sebagai “induksi”
    Setelah hipotesa diusulkan harus ada verifikasi atau harus ada bahan bukti yang mendukungnya. Bahan bukti itu dapat berupa (1) bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa, (2) hipotesa harus menunjukkan prediksi keadaan yang diamati. Jika proses ini cocok, maka akan dinamakan “kalkulasi”. Proses peramalan (prediksi) dilakukan dengan “deduksi” yang hakekatnya bersifat rasionalistis yang merupakan faktor penting di dalam metode ilmiah.
    Sifat yang menonjol dari metode ilmiah adalah digunakannya akal dan pengalaman yang disertai dengan unsur hipotesa. Bila hipotesa dikukuhkan kebenarannya oleh bukti-bukti maupun contoh yang banyak jumlahnya, maka hipotesa itu dapat dibenarkan.

    Epistemologi pada Filsafat Jawa
    Menurut Sutrisna Wibawa dalam bukunya yang berjudul Filsafat Jawa dasar epistemologis Filsafat Jawa dapat dilihat dalam Serat Centhini yang isinya terdiri dari berbagai pengetahuan Jawa, sebagaimana diungkapkan dalam pendahuluan jilid-1 bahwa Serat Centhini merupakan baboning sanggyaning pangawikan Jawi (induk semua pengetahuan Jawa), ilmu: kebatinan, kekebalan, perkerisan, perumahan, dan pertanian; berbagai kesenian: kesusasteraan, karawitan, dan tari; bermacam primbon: perhitungan baik buruk hari atau waktu berjampi-jampi; berbagai jenis masakan makanan; adat istiadat dan cerita yang bertalian dengan peninggalan bangunan kuna setempat, dan sebagainya.
    Dalam Serat Centhini, sebagaian besar pengetahuan diperoleh melalui otoritas, terutama otoritas kyai dan wali. Metode pengetahuan dalam Serat Centhini terdiri atas metode empirisme, rasionalisme, dan wahyu.Ciptoprawiro (1986) menjelaskan metode untuk memperoleh pengetahuan dalam filsafat Jawa denan tahapan cipta – rasa – karsa, melalui tingkatan kesadaran, (1) kesadaran panca inderawi atau aku (ego consciousness), (2) kesadaran hening manunggal dalam cipta-rasakarsa, (3) kesadaran pribadi (ingsun, Sukma Sejati): manunggal aku-pribadi (self consciousness), dan (4) kesadaran Illahi: manungal aku—pribadi—Sukma Kawelas. Pada tingkat mutakhir terjadi manunggal subjek-objek, sehingga diperoleh pengetahuan mutlak atau kawicaksanan, kawruh sangkan paran dalam mencapai kesempurnaan.
    Menurut Abdullah Ciptoprawiro dalam bukunya yang berjudul Filsafat Jawa, epistemologi di Jawa dapat dilihat dalam contoh berikut:
    Dalam pergaulan sehari hari kita menggunakan 2 bahasa yaitu ngoko dan krama. Contoh kata jika dalam bahasa Indonesia kita mengucapkan “ pikir dahulu sebelum bertindak!” Dalam bahasa jawa kita dapat menggunakan ngoko : dipikir (dinalar) dhisik ; krama : Dipun galih rumiyin!

    Penerapan Metode Epistemologi
    Menurut buku Pengantar Filsafat karya Louis O. Kattsoff dengan adanya metode untuk memperoleh sebuah ilmu maka metode tersebut akan mengungkap sesuatu, apa yang diungkapnya. Berikut penjelasannya:

    Skeptisisme
    Seorang penganut skeptisisme mengingkari adanya apa yang dinamakan pengetahuan, terkadang mereka mengatakan bahwa tidak ada cara untuk mengetahui bahwa kita memiliki pengetahuan. Pendirian ini biasanya didasarkan atas dua unsur yaitu 1). Kenisbian penginderaan dan 2). Adanya kesepakatan yang sesungguhnya mengenai apa yang merupakan halnya dan yang bukan merupakan halnya.
    Kant, mengatakan bahwa apa yang kita ketahui dan akan kita ketahui ialah gejala sesuatu dan kita tidak akan pernah mengetahui atau dapat mengetahui `das Ding an sich` kecuali hanya mengetahui bahwa hal itu ada. Tapi segala corak skeptisisme tersebut diakibatkan oleh pendirian bahwa apa yang kita ketahui merupakan ide yang dengan suatu cara berasal-mula didalam akal kita.

    Realisme Naif
    Pendirian Realisme naif tidak bersifat kritis yakni menganggap vertikal(dalam) apa yang nampak pada permukaan yang mencolok dan yang pertama kalinya. Penganut Realisme Naif menganggap bahwa pengetahuan adalah kenyataan sesuai objek yang nyata memiliki ciri yang saling bertentangan.seorang penganut realisisme naif mencampur adukan antara hasil tangkapan tentang sesuatu dengan sesuatu itu sendiri, dengan kata lain seorang penganut realisme naif tidak membedakan antara apa yang dilihatnya dengan apa yang diketahuinya.

    Idealisme
    Semua yang kita peroleh adalah ide-ide, bagaimanakah di dunia ini kita akan dapat mengadakan perbandingan anata ide dengan apa yang diwakilinya. Kita tidak akan dapat bergerak tanpa adanya ide maka kita tidak dapat akan dapat benar-benar mengetahui ide-ide tersebut merupakan salinan sesuatu. Pandangan semacam ini sangat mudah mengarah pada salah satu bentuk subjektivisme atau idealisme.
    Penganut idealisme modern menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya `das Ding an Sich` sama sekali tidak ada, sebab yang ada hanyalah ide-ide.

    Realisme Kritik
    Menurut G. Dawes Hicks, seorang penganut realisme dewasa ini, realisme harus berpegangan pada pendirian tentang pengetahuan yang memungkinkan orang mengatakan “ hal-hal yang nyatadapat dan langsung ditangkap’. Realisme kritik yang modern menolak paham salinan yang menyangkut pencerapan dan pengetahuan atas dasar alasan-alasan seperti yang telah disebutkan tadi.

    BAB III
    PENUTUP
    Kesimpulan
    Driyarkara (2006:1019) menjelaskan salah satu cabang filsafat tentang pengetahuan adalah logika yang memuat logika formal yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukum memikir, yang harus ditaati supaya dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran serta logika material atau kritika (epistemology) yang memandang isi pengetahuan, bagaimana isi ini dapat dipertanggungjawabkan, mempelajari sumber-sumber dan asal ilmu pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, kemungkinan-kemungkinan dan batas pengetahuan, kebenaran dan kekeliruan, metode ilmu pengetahuan, dan lain-lain.
    Kattsoff (diterjemahkan oleh Sumargono, 2004:74) menjelaskan epistemologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal-mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan.
    Dapat disimpulkan berdasarkan teori Kattsoff, ada lima metode untuk memperoleh pengetahuan, yaitu empirisme, rasionalisme, fenomenalisme ajaran Kant, intuisionisme, serta metode ilmiah. Empirisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Para penganut empirisme, megatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara indera. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Para penganut rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya barang. Fenomenalisme Kant muncul setelah adanya kritik-kritik terhadap sudut pandang yang bersifat empiris dan yang bersifat rasional. Cara memperoleh pengalaman menurut fenomenalisme kant tergantung pada macam pengetahuan. Kant membedakan empat macam, yaitu yang analitis apriori, yang sintetis apriori, yang analitis aposteori, dan yang sentetis aposteriori. Cara memperoleh pengetahuan melalui metode ilmiah mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti, yang digunakan dalam prosedur memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi seorang ilmuwan.
    Menurut Abdullah Ciptoprawiro dalam bukunya yang berjudul Filsafat Jawa, epistemologi di Jawa dapat dilihat dalam contoh berikut:
    Dalam pergaulan sehari hari kita menggunakan 2 bahasa yaitu ngoko dan krama. Contoh kata jika dalam bahasa Indonesia kita mengucapkan “ pikir dahulu sebelum bertindak!” Dalam bahasa jawa kita dapat menggunakan ngoko : dipikir (dinalar) dhisik ; krama : Dipun galih rumiyin!

    Saran
    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan serta kesalahan dan tentu saja masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kemudian dalam penyusunan makalah penulisan dapat memberikan yang terbaik serta tercapainya target maksimal dalam penyusunan makalah selanjutnya.