Activity

  • Riri Rahayuningsih posted an update 7 years, 7 months ago

    Meresensi Buku
    Judul Buku : Persib Juara
    Pengarang : Endan Suhendra
    Penerbit : Rak Buku
    Tahun Terbit : 2014
    Cetakan : Pertama
    Tebal Buku : vi + 186 halaman
    Buku ini menceritakan lintasan sejarah perjalanan Persib Bandung sejak kelahirannya pada tahun 1933. Momentum kelahiran Persib adalah bergabungnya dua bond sepakbola pribumi bernama Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) yang didirikan pada tahun 1921 dan National Voetbal Bond (NVB) yang didirikan pada tahun 1923 menjadi Persatoean Sepak Raga Indonesia Bandung (PSIB). Fusi−bergabung dan meleburnya kedua klub harus dilakukan karena Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia (PSSI) mensyaratkan setiap kota hanya bisa diwakili satu bond pada kejuaraan nasional yang sudah mulai digelar. Selain peringatan hari ulang tahun Persib setiap tahunnya, tidak ada dokumen resmi yang menunjukkan bahwa Persib lahir pada tanggal 14 Maret 1933. Bond hasil fusi tersebut dipimpin oleh seorang tokoh bernama Anwar St. Pamoentjak yang disebu-sebut sebagai ketua umum pertamanya.
    Sejak berdiri pada tahun 1933, Persib telah melakukan perjalanan panjang dalam kompetisi di era penjajahan hingga era kemerdekaan dan jatuh bangun di dalamnya. Persib berhasil mengoleksi trofi juara kompetisi tahun 1937, 1961, 1986, 1990, 1994, dan 1995. Selain itu Persib hanya mampu mencatatkan dirinya sebagai runner up pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, 1985. Masa-masa keemasan Persib terjadi pada taun 1986. Persib berhasil mencapai puncak kejayaan dengan menjuarai Kompetisi Perserikatan Divisi Utama PSSI 1986 setelah mengalahkan tim Perseman Manokwari dengan skor 1-0 di babak grand final. Sebagai perhargaan atas keberhasilannya menjadi juara kompetisi, Persib mewakli tim sepakbola Indonesia ke Pesta Sukan II/1986 Brunei darussalam. Di kemudian hari, tim yang berhasil menjuarai Kompetisi Divisi Utama PSSI 1986 dan Pesta Sukan 1986 Brunei Darussalam (Piala Hassanal Bolkiah) dikenal dengan sebutan Persib ’86.Namun, sejak menjuarai Liga LI I/1994-1995, Persib mengalami masa paceklik juara. Hingga pada akhirnya Persib berhasil menjuarai LSI 2014 setelah puasa gelar selama kurang lebih 19 tahun.
    Selain sisi kelam masa paceklik juara, sisi kelam Persib lainnya adalah ‘nyabun’. Nyabun bukan barang baru di Persib. Itu sudah ada sejak Totalisator (kupon tebak skor yang diisi para pengundi nasib sebelum pertandingan) diizinkan pada tahun 1950an. Memang, tidak ada bukti otentik keterlibatan pemain Persib dalam kasus-kasus suap dan pengaturan skor. Kasus-kasus yang terbongkar terutama di era 70-an lebih banyak melibatkan pemain nasional dan klub-klub yang tampil di Galatama. Namun, berdasarkan penuturan sejumlah pemain Persib, praktek nyabun diyakini pernah terjadi di tubuh tim kebanggaan Bandung itu.
    Di samping menceritakan mengenai rekam jejak perjalanan Persib, penulis juga menceritakan mengenai pendukung Persib. Sebutan Bobotoh sebagai pendukung Persib sebenarnya baru munul di pertengahan tahun 90-an. Kala itu kelompok suporter Persib yang dipelopori Viking Persib Club pada tahun 1993 mulai bermunculan. Namun, sebelum kelompok-kelompok suporter berdiri, fanatisme dan antusiasme Bobotoh sudh terbangun sejak Persib berdiri pada 14 Maret 1933. Eksistensi bobotoh sebagai suporter fanatik Persib sering dijadikan alat oleh pelaku politik praktis dalam penggalagan dukungan. Selain menjadi sasaran politisi, kini bobotoh juga menjadi pasaran yang menjanjikan bagi pelaku usaha. Pelaku usaha ‘bermain’ di lingkungan Persib dengan Bobotoh sebagai target pasarnya.
    Buku ini dituliskan dalam empat bab. Ke empat bab tersebut adalah ‘Jejak Sang Juara’, ‘Kami Rindu Juara’, ‘Nyabun, Sisi Kelam Persib’, dan ‘Persib Salawasna’. Di luar ke empat bab tersebut, penulis menyelipkan prolog ‘Detik-Detik Juara’ dan epilog ‘Pesta Bobotoh’ yang menceritakan sedikit hal mengenai keberhasilan Persib di final LSI 2014 dan perayaan atas kemenangan tersebut.
    Buku ini disajikan dengan menarik. Penulis menyisipkan banyak gambar ( dokumentasi ) dari masa ke masa, sehingga buku ini benar-benar seperti buku sejarah dan tidak membosankan. Bahasa Indonesia yang digunakan juga mudah dipahami. Namun sayangnya, penulis menyisipkan sedikit bahasa daerah ( bahasa Sunda dan bahasa Jawa) tanpa terjemahan, sehingga pembaca yang berasal dari luar daerah tersebut kemungkinan akan mengalami sedikit kebigungan. Akan tetapi, secara keseluruhan buku ini layak dibaca oleh semua kalangan, khususnya para pecinta olahraga sepakbola.