Activity

  • Hikmah Saptaola Srikandi posted an update 7 years, 11 months ago

    Laporan Observasi
    Evaluasi Kurikulum MAN 1 Yogyakarta
    Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Evaluasi Kurikulum
    Dosen Prof. Dr. Anik Ghufron

    Hikmah Saptaola Srikandi 14105244017
    Diah Ismiati 14105241013
    Haidar Nibras Abdul Hafidz 14105244018
    Anggi Putri Utami 14105241001
    Suryo Tri Saputro 14105241007

    Program Studi Teknologi Pendidikan
    Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
    Fakultas Ilmu Pendidikan
    Universitas Negeri Yogyakarta
    2016
    BAB 1 PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang
    Evaluasi merupakan penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah.Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau salah satu komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang terdapat kurikulum tersebut. Tahap-tahap kurikulum adalah dari desain, implementasi, hingga hasil pembelajaran. Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome (outcomes based evaluation) atau pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation).
    Ada beberapa fungsi dari evaluasi kurikulum, yaitu sebagai berikut.
    1. Fungsi pendidikan: keberhasilan atau gagalnya pelaksanaan kurikulum dapat mempengaruhi tujuan pendidikan. Implementasi kurikulum merupakan langkah kecil dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
    2. Fungsi pembelajaran: pada proses pembelajaran, kurikulum dijadikan sebagai acuan, pedoman, atau patokan. Segala hal yang dilakukan oleh guru dalam sebuah kelas merupakan implementasi kurikulum.
    3. Fungsi diagnosis: evaluasi kurikulum dilaksanakan untuk mendapatkan informasi dan data yang tepat bagi perbaikan, kelanjutan, atau pemberhentian suatu kurikulum. Berdasarkan hasil evaluasi, kurikulum dapat diukur dan dinilai kebermanfaatannya bagi peserta didik.
    Masalah yang terjadi dalam kurikulum antara lain tujuan evaluasi, kesenjangan anatara yang diharapkan dengan realita, evaluasi sebagai orientasi tujuan atau bebas tujuan, menekankan hasil daripada proses, sampel besar atau sampel kecil, dan keputusan yang berpengaruh pada hasil. Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.

    B. Rumusan Masalah
    Apakah desain, implementasi, dan hasil belajar dari K-13 di MAN 1 Yogyakarta sudah sesuai dengan tujuan pendidikan?

    C. Tujuan
    Evaluasi kurikulum dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pencapaian tujuan pendidikan dalam desain, implementasi, dan hasil belajar dari K-13 di MAN 1 Yogyakarta.

    D. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
    Tempat : MAN 1 Yogyakarta
    Area/Lokasi : Jalan Persatuan Nomor 60, Terban, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
    Hari, tanggal : Kamis, 19 Mei 2016
    Waktu : Pukul WIB
    Sumber Data :
    1. Wawancara untuk mengumpulkan data mengenai desain dan implementasi kurikulum serta hasil belajar.
    2. Dokumentasi untuk memberikan data mengenai silabus, RPP, dan instrumen evaluasi kurikulum.

    BAB 2 HASIL PEMBAHASAN
    A. Kajian Teori
    1. Desain Kurikulum
    Desain kurikulum berbentuk pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen-komponen dalam kurikulum. Desain kurikulum dapat dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal terkait dengan penyusunan dari lingkup isi atau konten kurikulum. Dimensi horizontal biasanya diintegrasikan dengan proses pembelajaran yang berlangsung. Dimensi vertikal terkait dengan penyusunan bahan ajar berdasarkan urutan tingkat kesukaran.
    Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu tujuan, materi atau isi, strategi pembelajaran, organisasi kurikulum, dan evaluasi. Komponen dalam kurikulum saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Setiap komponen mempengaruhi desain kurikulum yang dibuat. Tujuan pendidikan biasanya disesuaikan dengan falsafah dan ideologi negara, keadaan sosial-politik, kemampuan sumber daya, kebudayaan, dan keadaan lingkungannya. Perumusan tujuan pendidikan mengarah pada kondisi apa yang diharapkan dalam proses pendidikan. Meskipun perumusan tujuan pendidikan di berbagai negara itu berbeda-beda, ada satu tujuan yang disepakati, yaitu manusia cerdas, terampil, dan menjadi warga negara yang baik.
    Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
    a) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
    b) Mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan nasional.
    Isi/materi kurikulum pada hakikatnya merupakan semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Isi kurikulum dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian, yakni logika, etika, dan estetika. Kriteria yang ditentukan dalam desain kurikulum untuk menentukan isi kurikulum, antara lain isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa, mencerminkan kenyataan sosial, mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji, mengandung bahan pelajaran yang jelas, serta dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan
    Dalam mengembangkan materi atau isi kurikulum harus mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran, berorientasi pada tujuan, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
    a) Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
    b) Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
    c) Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
    d) Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
    e) Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat, serta kejadian.
    Strategi pembelajajaran merupakan langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang harus dicapai. Strategi terdiri dari rencana, metode dan rangkaian kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran adalah pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
    Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, disebut sebagai metode. Dengan demikian, satu strategi pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode. Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
    Komponen organisasi berkaitan dengan bagaimana materi diorganisasikan sehingga peserta didik memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan.
    Organisasi materi dan pengalaman belajar memiliki dua dimensi : horizontal dan vertikal. Organisasi horizontal menyangkut ruang lingkup dan keterpaduan dari keseluruhan materi. Organisasi horizontal merupakan kaitan antara satu mata pelajaran dengan pelajaran lain pada kelas yang sama. Organisasi vertikal mencakup urutan dan kesinambungan materi pelajaran berupa hubungan pengalaman belajar peserta didik. Beberapa jenis organisasi kurikulum, yaitu sebagai berikut.
    a) Mata pelajaran terpisah-pisah (isolated subject). Kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lain. Diberikan waktu tertentu tanpa melihat perbedaan siswa semua dipandang sama.
    b) Mata pelajaran berkorelasi (correlated). Korelasi berpungsi untuk mengurangi kelemahan-kelemahan akibat pemisahan mata pelajaran.
    c) Bidang studi (broad field). Organisasi kurikulum berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran dan mengkorelasikan beberapa mata pelajaran dan sejenis yang memiliki ciri-ciri yang sama dan difungsikan pada satu bidang mata pelajaran.
    d) Program yang berpusat pada anak (child centered). Program yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan siswa, bukan pada mata pelajaran.
    e) Inti masalah (core programs). Core program adalah program berupa unit-unut masalah, dimana masalah diambil dari suatu mata ajar tertentu, di sini bermaksud untuk dapat memecahkan masalah.
    f) Eclectic program. Ini merupakan suatu program mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata ajar dan peserta didik.
    Ada lima kriteria organisasi materi pelajaran/pengalaman belajar, yaitu:
    a) Kriteria ruang lingkup, mencakup materi dan pengalaman belajar. Menyangkut jawaban atas pertanyaan: “materi dan pengalaman belajar apa yang harus diajarkan? Seberapa jauh ruang lingkup dan organisasi materi itu harus ditetapkan untuk mencapai tujuan?”
    b) Kriteria integrasi menyangkut mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain yang terkait. Bertujuan untuk membantu peserta didik melihat kesatuan yang ada antara semua materi pelajaran yang terkait.
    c) Kriteria urutan menyangkut usaha untuk menghasilkan belajar kumulatif dan berkelanjutan secara vertikal.
    d) Kriteria kontinuitas, menyangkut hubungan vertikal materi/kegiatan belajar. Misalnya untuk mengembangkan kemampuan menulis, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk latihan terus-menerus dan berulang-ulang.
    e) Kriteria keseimbangan, memperhatikan agar ada tekanan yang seimbang pada semua aspek yang ada. Keseimbangan dicapai jika semua peserta didik berkesempatan memahami materi, baik pada aspek personal, sosial maupun intelektual.
    Evaluasi merupakan komponen kurikulum yang dapat membantu menentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum layak dipertahankan atau diberhentikan, bisa juga dilakukan penyempurnaan. Evaluasi kurikulum dapat menunjukkan efektivitas, efisiensi, dan daya tarik sebuah pembelajaran untuk mencapai tujuan.
    Ada dua jenis evaluasi, yakni evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Penilaian formatif adalah penilaian hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Evaluasi formatif ini biasa dilaksanakan dalam perjalanan proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Evaluasi sumatif adalah penilaian yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang di dalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Evaluasi sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setelah sekumpulan bahasan mata pelajaran selesai. Adapun tujuan utama dari penilaian sumatif ini adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh program pengajaran dalam jangka waktu tertentu.

    2. Implementasi Kurikulum
    Implementasi adalah suatu interaksi antara mereka yang menciptakan program dengan mereka yang dibebankan untuk menyampaikan program. Ornstein dan Hunkins (1998) menyatakan bahwa:
    • Implementasi mengharuskan pendidik atau dosen untuk beralih dari program yang mereka kenal saat ini pada program baru atau ubahan.
    • Implementasi melibatkan perubahan dalam pengetahuan, tindakan dan sikap seseorang
    • Implementasi dapat dilihat sebagai proses pengembangan profesional dan pertumbuhan yang melibatkan interaksi, umpan balik dan pendampingan yang berkelanjutan.
    • Implementasi adalah proses klarifikasi dimana individu dan kelompok secara bersama berusaha untuk memahami dan mempraktekkan perubahan dalam sikap dan perilaku, sering melibatkan sumber daya baru.
    • Implemantasi melibatkan perubahan yang membutuhkan usaha yang akan memunculkan sejumlah kecemasan dan cara untuk meminimalkan kecemasan tersebut, hal ini berguna untuk mengatur pelaksanaan/implementasi dalam kegiatan yang dapat dikelola dengan baik dan untuk penetapan tujuan-tujuan yang dapat dicapai.
    • Implementasi membutuhkan suasana yang mendukung di mana ada kepercayaan dan komunikasi terbuka antara regulator dan dosen, serta pemahaman tentang risiko yang dapat terjadi.
    Meskipun sejumlah besar uang dihabiskan untuk menerapkan kurikulum baru, sayangnya beberapa upaya telah gagal. Menurut Sarason (1990), alasan utama kegagalan adalah kurangnya pemahaman tentang budaya kampus, baik oleh ahli dari luar sistem kampus maupun dosen yang ada dalam sistem tersebut. Keberhasilan penerapan kurikulum memerlukan pemahaman hubungan kekuasaan, tradisi., peran dan tanggung jawab individu dalam sistem kampus. Pelaksana (apakah mereka menjadi dosen, ketua program studi, pembantu direktur bidang akademik) harus memiliki kefasihan dengan isi kurikulum. Mereka harus memahami betul tujuan, sifat, dan keuntungan nyata dan keuntungan potensial dari inovasi yang dibuat.
    Sebagaimana dinyatakan oleh Michael Fullan dan Allan Pomfret (1977); “implementasi inovasi yang efektif membutuhkan waktu, interaksi pribadi dan kontak, pelatihan in-service dan bentuk dukungan lain yang berbasis pada orang.” Implementasi Kurikulum membutuhkan orang-orang yang memiliki waktu cukup untuk melakukannya. Dosen perlu ‘merasa dihargai’ dan pengakuan atas upaya mereka. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa mereka harus diberi imbalan finansial, tetapi ada bukti yang menunjukkan bahwa motivasi eksternal memberikan kontribusi minimal untuk usaha tersebut. Individu memberikan kontribusi bakat terbaik mereka.

    3. Hasil Belajar
    Pengertian evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan perimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh mahasiswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai mahasiswa (Hamalik, 2008). Mendeskripsikan kecakapan belajar para mahasiswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut dapat diketahui posisi kemampuan mahasiswa dengan mahasiswa lainnya.
    Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah para tingkah laku mahasiswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Keberhasilan pendidikan dan pengajaran penting untuk mengingat perannya sebagai upaya memanusiakan manusia, sehingga mahasiswa menjadi manusia yang berkualitas dalam aspek intelektual, sosial, emosional, moral, dan ketrampilan. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Kegagalan para mahasiswa dalam hasil belajar yang dicapai hendaknya tidak dipandang sebagai kekurangan pada diri mahasiswa itu sendiri, tetapi dapat disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau kesalahan strategi dalam melaksanakannya. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak institusi kepada pihak-pihak yang berkepentinga Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua mahasiswa.
    Sistem Pendidikan Nasional menggunakan klasifikasi evaluasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom (Sudjana, 2009) yaitu :
    a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
    b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
    c. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.
    Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes hasil belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, Djamarah (2006) menggolongkan tes hasil belajar menjadi tes formatif, tes subsumatif dan tes sumatif. Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta didik terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil formatif dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan pengajaran dalam waktu tertentu.
    Tes subsumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hasil tes subsumatif dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nili rapor. Tes sumatif dilakukan untuk mengukur daya serap peserta didik terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester dan satu atau dua tahun akademik. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarap keberhasilan belajar peserta didik dalam satu periode belajar tertentu. Hasil tes sumatif dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu institusi.
    Memiliki validitas artinya setiap penilaian harus benar-benar mengukur apa yang akan diukur. Suatu tes dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila antara hasil tes dengan pendapat ahli hanya terdapat sedikit perbedaan. Suatu alat evaluasi harus memiliki rehabilitas, bila menunjukkan ketetapan hasilnya. Dan apabila dilakukan pengukuran beberapa kali akan mendapat skor yang sama bila diukur dengan alat uji yang sama. Reabilitas suatu tes dikatakan tinggi bila realibilitasnya menunjukkan koefisien korelasi 1.00 sedangkan tes yang realibilitasnya rendah memiliki koefisien korelasi 0.00.
    Alat evaluasi harus benar-benar mengukur apa yang dikur, tanpa adanya interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan alat evalasi itu. Objektivitas dalam penilaian sering dilakukan dengan menggunakan: questioner, essay test, observation, rating scale, checklist, dan alat-alat lainnya. Suatu alat evaluasi harus efisiensi dan sedapat mungkin dipergunakan tanpa membuang waktu dan uang yang banyak. Suatu alat evaluasi diharapkan dapat digunakan dengan sedikit biaya dan usaha yang sedikit, dalam waktu yang singkat, dan hasil yang memuaskan. Memiliki manfaat bagi pembelajaran dan kepraktisan dalam suatu proses belajar (Sudjana, 2009).
    Menentukan batas minimum keberhasilan belajar merupakan upaya untuk menentukan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Norma-norma pengukuran tersebut adalah norma skala angka dari 0 sampai 10 dan norma skala angka dari 0 sampai 100. Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Selain norma skala angka, pengukuran prestasi belajar dapat dilakukan melalui simbol huruf-huruf dengan kriteria A, B, C, D dan E. Simbol huruf-huruf dapat dipandang sebagai simbol angka-angka (Syah, 2010).
    Hamid (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni : keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran dan daya tarik pembelajaran. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingat pencapaian pebelajar pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, efisiensi biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu/biaya yang terpakai. Aspek ketiga, daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecendrungan pebelajar untuk tetap/terus belajar.
    Ada 7 indikator penting yang dapat digunakan untuk mendapatan keefektifan pembelajaran, yaitu
    1. Kecermatan penguasaan perilaku (tingkat kesalahan kerja). Makin cermat pebelajar menguasai perilaku yang dipelajari, makin efektif pembelajaran.
    2. Kecepatan unjuk kerja (efisiensi waktu). Makin cepat seorang pebelajar menampilkan hasil kerjanya, semakin efektif pembelajaran.
    3. Kesesuaian dengan prosedur, pebelajar dikatakan efektif apabila pebelajar dapat menampilkan hasil kerja yang sesuai dengan prosedur baku yang telah ditetapkan.
    4. Kuantitas hasil kerja mengacu pada banyaknya hasil kerja yang mampu ditampilkan oleh pebelajar dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan.
    5. Kualitas hasil akhir apakah memuaskan atau tidak.
    6. Tingkat alih belajar yaitu kemampuan pebelajar melakukan alih belajar dari apa yang telah dikuasainya ke hal lain yang serupa.
    7. Tingkat retensi yaitu jumlah hasil kerja yang masih mampu ditampilkan pebelajar setelah selang beberapa periode waktu. Semakin tinggi retensi maka semakin efetif pembelajaran itu.
    Dalam mengukur efisiensi pembelajaran, indikator utama diacukan kepada waktu, personalia, sumber belajar yang dipakai. Efisiensi hanya dapat diukur apabila setiap pebelajar dapat belajar sesuai dengan jumlah waktu yang dibutuhkan. Jumlah personalia yang dilibatkan dalam perancangan, pelaksanaan, penilaian pembelajaran dan juga dipakai untuk mempreskripsikan efisiensi. Penggunaaan sumber belajar lain, selain guru juga dapat dijadikan ukuran tingkat efisiensi pembelajaran, seperti: berupa ruang yang dipakai, apakah melibatkan penggunaan laboratorium, komputer, jumlah buku tes, dan penyampaian buku kerja atau sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan biaya pembelajaran. Daya tarik sebagai hasil pembelajaran berkaitan dengan daya tarik bidang studi. Namun, daya tarik bidang studi dalam penyampaiannya banyak bergantung pada kualitas pembelajarannya. Pengukuran daya tarik pembelajaran dapat dilakukan dengan mengamati apakah pebelajar ingin terus belajar atau tidak. Kecendrungan pebelajar untuk tetap terus belajar bisa terjadi arena daya tarik bidang studi itu sendiri atau bisa juga karena kualitas pembelajarannya.
    B. Sekilas Tentang Sekolah
    Sejarah MAN Yogyakarta I
    No Tahun Nama
    1 1950/1951 – 1954 SGHA
    2 1954 – 1978 PHIN
    3 1978 – sekarang MAN Yogyakarta I

    Perjalanan MAN Yogyakarta 1 dimulai pada tahun 1950 ketika Departemen Agama mendirikan tiga sekolah SGAI (Sekolah Guru Agama Islam) putra dan putri serta SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama) secara de facto. SGHA inilah yang dalam perjalannya merupakan titik awal MAN Yogyakarta 1. Pendirian tiga sekolah di lingkungan Departemen Agama ini secara de jure dengan Surat Penetapan Menteri Agama No. 7 Tanggal 5 Februari 1951.
    Tahun 1954, SGHA oleh Departemen Agama dialihfungsikan menjadi PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri). Perubahan fungsi ini ditujukan guna menyiapkan dan membentuk hakim-hakim yang saat masa tersebut kebutuhannya sangat besar. Ketika proses penggodokan dan pengkaderan calon hakim telah memenuhi kebutuhan dan seiring kondisi nyata di masyarakat calon hakim merupakan lulusan fakultas hukum suatu perguruan tinggi. Berpedoman pada kondisi itu, Departemen Agama pada tanggal 16 maret 1978 mengalihfungsikan PHIN sebagai sekolah yang tidak mengkhususkan pada satu bidang, yaitu berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Yogyakarta 1.
    MAN sebagai sekolah yang sederajat dengan SMA secara kelembagaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan Surat Keputusan Nomor: 0489/U/1999 yang menyatakan bahwa MAN merupakan SMU berciri Agama Islam. Dengan dikeluarkannya SK Mendibud RI memberikan bukti nyata bahwa MAN Yogyakarta 1 dalam pembelajarannya menerapkan ketentuan dan ketetapan yang dijalankan oleh SMA pada umumnya dengan ciri khususnya Pendidikan Agama Islam mendapatkan prioritas yang lebih banyak dibandingkan dengan kurikulum yang diterapkan di lingkungan SMA.

    VISI DAN MISI

    Visi Madrasah

    UngguL, ILmiah, Amaliyah, IBAdah, dan Bertanggung jawab (ULIL ALBAB)
    Terwujudnya lulusan Madrasah yang unggul di bidang iman-taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), berpikir ilmiah, mampu mengamalkan ajaran agama, tekun beribadah, bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, dan pelestarian lingkungan.

    Misi Madrasah

    1. Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan ibadah serta akhlakul karimah sehingga menjadi pedoman hidup
    2. Menumbuhkembangkan nilai sosial dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak
    3. Melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran secara efektif dan efisien agar siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki
    4. Meningkatkan pembelajaran terhadap siswa melalui pendidikan yang berkarakter unggul, berbudaya, aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan
    5. Menumbuhkan semangat juang menjadi yang terbaik kepada siswa dalam bidang akademik dan non akademik
    6. Mempersiapkan dan menfasilitasi siswa untuk studi lanjut ke perguruan tinggi
    7. Menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam berkehidupan di masyarakat dan pelestarian lingkungan

    Tanah dan Kepemilikan

    Tanah MAN Yogyakarta I status kepemilikannya merupakan hak milik Keraton Yogyakarta dan penggunaan dengan perijinan pinjam pakai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun serta dilakukan perpanjangan untuk tiap waktu tersebut.
    No Status Luas (m2)
    1 Tanah 10027
    2 Bangunan 8367
    3 Pagar 380
    4 Lapangan / halaman 797,5
    5 Taman 248,5
    6 Parkir 234

    Sarana dan Prasarana

    Keberadaan dan kelengkapan serta penggunaan sarana-prasarana yang optimal menjadi keharusan di dalam suatu instansi pendidikan. MAN Yogyakarta I sebagai lembaga pendidikan menengah atas memberikan kesiapan sarana dan prasarana yang mencukupi agar proses pembelajaran secara optimal dapat berlangsung. Keberadaan dan kelengkapan sarana-prasarana MAN Yogyakarta I, antara lain:

    No. Jenis Ruangan Jumlah Keterangan
    1 R. Teori/R. Kelas 23 Fan dengan center audio room
    2 R. Lab. Komputer 1 40 PC, AC, LCD, LAN dan internet
    3 R. Lab. Bahasa 1 40 audio, AC, TV dan VCD player
    4 R. Lab. Fisika 1 Fan, LCD, TVdan VCD player
    5 R. Lab. Kimia 1 Fan, LCD, TV dan VCD player
    6 R. Lab. Biologi 1 AC, LCD, TV dan VCD player
    7 R. Perustakaan 1 2 lantai, AC, LC, TV dan VCD player, internet, pelayanan digital
    8 R. Lab. Agama 1 LCD, TV dan Fan
    9 R. Lab. IPS 1 LCD dan AC
    10 R. Guru 2 Fan dan TV
    11 R. Kepala Madrasah 1 AC, TV danTelp.
    12 R. BK 1 Fan
    13 R. Aula/Serbaguna 1 AC, LCD, Sound
    14 Asrama 2 Berlantai 2 untuk local utara
    15 Masjid 1 2 lantai
    16 Gudang 1 Fan
    17 R. Tata Usaha 1 Fan
    18 Rumah Penjaga 1 Fan
    19 R. Satpam 1 TV, Tape recorder, HT
    20 R. Tamu 1 AC
    21 R. Asana/Kegiatan siswa 7 Fan
    22 Toilet 12 Keramik
    23 Kantin 1 Keramik,fan
    24 R. umum 1 Etalase piala/trophy
    25 Lapangan Basket/Fotsall 1
    27 Lapangan Bulutangkis 1
    28 Parkir siswa dan guru 1
    29 Garasi Mobil 1
    30 R. UKS 1 Tempat tidur dan fan

    C. Desain dan Implementasi Kurikulum serta Hasil Belajar
    Kurikulum yang digunakan di MAN 1 Yogyakarta adalah Kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan sekolah ini telah siap untuk melaksanakan K-13.
    1. Desain Kurikulum
    Bagaimana perencanaan kurikulum yang dilaksanakan oleh sekolah. Sekolah ini tidak mengembangkan kurikulum melalui wakil kepala sekolah bagian kurikulum, tetapi melalui guru yang sudah dipercayakan di bdang tersebut. Desain silabus dan RPP berasal dari aspirasi guru disesuaikan dengan faktor-faktor tertentu yang telah disebutkan dalam kajian teori. Selain itu, lingkungan dan fasilitas yang ada di sekolah disesuaikan untuk penyusunan silabus dan RPP. Sosialisasi mengenai pelaksanaan kurikulum yang akan digunakan adalah melalui rapat paripurna bagi guru di sekolah. Untuk menyusun dan mengembangkan silabus dan RPP, sekolah ini memiliki struktur organisasi yang khusus. Setiap mata pelajaran memiliki seorang guru yang ditunjuk untuk mendesain silabus dan RPP.
    Jika dicermati, silabus dan RPP di kelas X MIA-IIK pada semester genap sudah cukup lengkap. Berdasarkan pedoman K-13, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan, materi, pendekatan, metode, media, alat, sumber belajar, model pembelajaran, dan evaluasi wajib tercantum dalam silabus dan RPP. Namun, pada silabus langkah-langkah yang dilakukan lebih detail jika dibandingkan dengan RPP. Pada RPP, kegiatan pembelajaran dibagi per pertemuan atau setiap pembahasan.
    Dalam tujuan pembelajaran yang diaplikasikan dalam kompetensi inti hingga kompetensi dasar dan indikator pencapaian di RPP, tidak ada subjek yang dicantumkan. Subjek yang dimaksud adalah siswa. Tujuan pembelajaran yang benar adalah tujuan yang terdiri dari ABCD (Audience, Behaviour, Condition, Degree). Siswa merupakan audience yang dimaksud dalam rumusan tersebut. Sintaks atau tahap-tahap pembelajaran merupakan satu-satunya komponen yang mencantumkan audiens. Behaviour merujuk pada perilaku yang diinginkan muncul pada siswa. Kata-kata yang menunjukkan perilaku adalah seperti menunjukkan, menyebutkan, mengetik, dan sebagainya. Secara keseluruhan, RPP mata pelajaran Bahasa Indonesia yang kami evaluasi sudah melengkapi perilaku yang dimaksud. Kondisi yang ditunjukkan dalam RPP sudah sesuai dengan ketentuan. Kondisi diperlukan jika ada atau tidak adanya kondisi berupa bahan, alat informasi, atau lingkungan memiliki pengaruh yang berarti pada kemampuan siswa dalam menampilkan perilaku seperti yang ditetapkan serta siswa tidak memiliki cara lain untuk mengetahui apa yang menjadi kondisi dalam rumusan tujuan pembelajaran. Derajat keberhasilan atau degree tidak ditulis secara konsisten dalam RPP.
    Ada beberapa indikator yang dikosongkan kolomnya. Pada kenyataannya, indikator merupakan perilaku yang dapat diamati secara langsung. Jika indikator tidak diketahui, maka guru akan kesulitan dalam mengukur dan menilai hasil belajar siswa. Dari segi tata penulisan, masih ada kalimat yang disusun tidak mengikuti aturan baku bahasa Indonesia. Tanda koma yang dianggap sepele bisa menyebabkan salah pengertian oleh guru yang mengimplementasikan RPP. Tipe isi bidang studi yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan prosedur sudah diterapkan dalam RPP yang terlampir. Selain itu, dalam RPP disebutkan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Padahal, pada kenyataannya pendekatan hanya terbagi atas dua, yakni student-centered dan teacher-centered. Inkuiri merupakan model pembelajaran yang memiliki sintaks atau tahap-tahap, bukan metode. Contoh metode adalah ceramah, diskusi, penugasan, dan lain sebagainya.

    2. Implementasi Kurikulum
    Kurikulum yang dilaksanakan oleh MAN 1 Yogyakarta adalah kurikulum 2013. Selama K-13 dilaksanakan, perilaku siswa mengalami perubahan dari sebelumnya Proses pembelajaran setiap tema (dalam sebuah mata pelajaran di MAN dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta yang disingkat dengan 6M. Sebelum kurikulum 2013 diterapkan, KTSP merupakan kurikulum yang digunakan. Standar proses pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
    Selain dalam proses pembelajaran di kelas, ada pula perubahan peran Bimbingan dan Konseling. Badan ini bergerak untuk mngembangkan bakat dan potensi siswa. Contohnya.. Sedangkan pada saat KTSP diberlakukan, Bimbingan dan Konseling lebih cenderung untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh siswa. Meskipun kelihatannya terdapat perbedaan yang mencolok antara Kurikulum 2013 dan KTSP, sebenarnya terdapat persamaan esensi dalam kurikulum-kurikulum tersebut. Misalnya, pendekatan ilmiah (saintific approach) yang pada hakekatnya merupakan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Paradigma konstruktivistik diterapkan , yakni siswa mencari dan membangun pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Jadi, pendekatan ini memiliki esensi yang sama dengan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) yang terdapat dalam KTSP. Kendala guru dalam melaksanakan K-13 adalah penyesuaian dan/atau penambahan/pengurangan mapel, metode dan model pembelajaran, dan lain sebagainya. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kompetensi guru atau kurangnya sosialisasi dan pelatihan bagi guru dalam mempelajari hal-hal tersebut.
    3. Hasil Belajar
    Kehadiran diperhitungkan untuk melihat adanya daya tarik dari sebuah pembelajaran sehingga siswa merasa senang dalam belajar. Peserta didik di salah satu kelas MAN 1 Yogyakarta memiliki tingkat kehadiran yang sudah cukup. Jarang ditemukan adanya peserta didik yang tidak hadir tanpa keterangan atau yang biasanya juga disebut membolos. Guru sudah memiliki taktik dalam menghadapi siswa yang tidak hadir sehingga mereka merasa enggan untuk meninggalkan kelas di sekolahnya.
    Rata-rata ada 98% siswa yang hadir di sekolah setiap hari. Ketidakhadiran siswa biasanya disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa penyakit, tidak menyukai mata pelajaran, tidak ada motivasi, tidak memahami tujuan pembelajaran yang ada kaitannya dengan masa depan. Adapun faktor luar, antara lain jika siswa menghadiri acara keluarga, tidak menyukai guru (dari metode bahkan hingga perangai) guru tdk menghargai perbedaan individual seperti karakteristik peserta didik dan kecerdasan apa yang dimiliki siswa, lingkungan berupa teman2 .dsb penjelasan setiap faktor, peraturan sekolah longgar.Peraturan dan pengawasan sekolah yang longgar, siswa gampang bolos karena pihak sekolah tidak pernah menindaklanjutinya. Cara guru dalam menghadapi siswa yang tidak hadir di kelas adalah melalui pendekatan kepada siswa agar lebih terkontrol dan bisa diarahkan.
    Evaluasi yang dilakukan sekolah kepada peserta didik ada dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan di pertengahan semester (mid-semester) dan di akhir semester yang disebut juga dengan UAS. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum juga dilaksanakan oleh kepala sekolah dan para guru. Evaluasi tersebut berupa rapat yang membahas penyusunan silabus dan RPP, pelaksanaan proses pembelajaran, dan hasil dari pelaksanaan kurikulum. Peserta rapat turut dalam sesi diskusi yang berisi mengenai penyusunan RPP dan silabus yg sesuai dengan K-13. Tidak dijadwalkan secara tetap. Tergantung pada kebutuhan. Bisa dilaksanakan sekali selama satu tahun, setiap akhir semester. Saran guru terhadap pemerintah (dalam hal ini Dinas Pendidikan) jika dilakukan evaluasi terhadap Kurikulum 2013 adalah agar pemerintah menyelenggarakan peningkatankompetensi guru khususnya mengenai pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu adalah uatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan memeroleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Strategi pembelajaran tematik yang diterapkan dalam Kurikulum 2013 menuntut kompetensi khusus yang harus dimiliki oleh guru. Kompetensi tersebut dapat berupa Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu akan sulit terwujud. Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut.

    a) Pembelajaran berpusat pada anak
    Pembelajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak karena pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu system pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada siswa, baik secara individu maupun kelompok. Siswa dapat aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
    b) Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
    Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antar skemata yang dimiliki siswa,sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari siswa. Hasil yang nyata di dapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat pada kemampuan siswa untuk dapat menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupannya.
    c) Belajar melalui pengalaman langsung
    Siswa akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami,bukan sekedar informasi dari gurunya. Guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan katalisator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan siswa sebagai aktor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya.
    d) Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata.
    Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inqury (penemuan terbimbing) yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat hasrat, minat, dan kemampuan siswa, sehingga memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar terus menerus.
    e) Sarat dengan muatan keterkaitan
    Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat siswa lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.
    Berdasarkan kurikulum yang digunakan, MAN 1 Yogyakarta melakukan evaluasi dengan menggunakan metode tes dan metode non tes. Adapun prestasi akademik ditunjukkan dalam proses pembelajaran dan pada hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh para guru di MAN 1 Yogyakarta. Hasil belajar siswa sebanding dengan dana yang dikeluarkan, karena hasil belajar siswa sudah meningkat, akan tetapi pihak sekolah masih terus berusaha agar ke depannya hasil belajar siswa dapat lebih meningkat. Prestasi akademik yang dihasilkan oleh siswa dalam proses pembelajaran tidak dapat diamati secara langsung. Karena prestasi tersebut melalui proses panjang selama satu semester dan dipadukan hasilnya di akhir semester.
    Adapun prestasi non akademik yang dicapai oleh peseta didik di sekolah ini, antara lain:
    NO PRESTASI PENYELENGGARA TANGGAL
    1 POPDA Cabor Tenis meja ganda putriTk. DIY Tahun POPDA DIY 2013-03-25
    2 POPDA Cabor Tenis meja ganda campuran Kompetisi SMA/MA Se DIY POPDA DIY 2014-03-24
    3 KejurdaTenismeja PTMSI SMA/MA Se DIY Pengda PTMSI 2013-03-25
    4 AKSIOMA TENIS MEJA GANDA PUTRI AJANG KOMPETISI TINGKAT DIY JENJANG MADRASAH ALIYAH KEMENAG DIY 2014-11-03

    BAB 3 PENUTUP
    A. Kesimpulan
    Dari hasil penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa desain kurikulum dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal. Dimensi horizontal terkait dengan penyusunan dari lingkup isi atau konten kurikulum. Dimensi horizontal diintegrasikan dengan proses pembelajaran yang berlangsung. Selain itu, di idalam kurikulum ada dua jenis evaluasi, yakni evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Menurut hasil observasi yang penulis lakukan di MAN 1 YOGYAKARTA, sekolah ini tidak mengembangkan kurikulum melalui wakil kepala sekolah bagian kurikulum, tetapi melalui guru yang sudah dipercayakan di bidang tersebut. Desain silabus dan RPP berasal dari aspirasi guru disesuaikan dengan faktor-faktor tertentu yang telah ditentukan. Evaluasi yang dilakukan sekolah kepada peserta didik juga dilakukan menjadi dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan di pertengahan semester (mid-semester) dan di akhir semester yang disebut juga dengan UAS. Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum juga dilaksanakan oleh kepala sekolah dan para guru.
    B. Saran
    Untuk pengembangan yang lebih lanjut maka penulis memberikan saran bahwa kurikulum yang dipakai di MAN 1 YOGYAKARTA perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Karena dengan adanya penerapan kurikulum K-13 di sekolah tersebut sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa baik internal maupun external.

    LAMPIRAN-LAMPIRAN
    Daftar Pertanyaan Wawancara
    Bagaimana tingkat kehadiran peserta didik?
    Berapa rata-rata persentase kehadiran dan ketidakhadiran siswa di sekolah setiap harinya?
    Bagaimana cara pihak sekolah mengatasi kurangnya kehadiran siswa di sekolah?
    Bagaimana prestasi siswa di dalam proses pembelajaran dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik?
    Bagaimana perilaku siswa (hasil belajar) sebelum melaksanakan K-13 dan setelah melaksanakannya? Apa saja aspek yang membedakannya jika dilihat dari kacamata guru?
    Prosedur evaluasi yang dilakukan guru terhadap siswa dilaksanakan berapa kali?
    Apakah ada kegiatan berupa rapat untuk membahas penyusunan silabus dan rpp, pelaksanaan proses pembelajaran, dan hasil dari pelaksanaan kurikulum?
    Bagaimana pelaksanaan kegiatan yang berupa rapat tersebut?
    Kapan dilaksanakannya?
    Berapa anggaran yang digunakan dalam tiap semester untuk kepentingan pelaksanaan K-13?
    Apakah anggaran tersebut sudah optimal penggunaannya?
    Apakah dana yang dikeluarkan sekolah berbanding lurus dengan hasil belajar siswa?
    Apa saja kendala yang dialami pihak sekolah khususnya guru dalam melaksanakan K-13?
    Apa saran guru terhadap pemerintah jika dilakukan evaluasi kurikulum 2013?

    Instrumen Evaluasi
    Desain Kurikulum
    Aspek Pembelajaran Kriteria
    Relevan Kelengkapan Efektif Signifikan Efisiensi Praktis
    Tujuan √ √ √ √
    Materi √ √ √ √ √
    Pembelajaran √ √ √ √
    Evaluasi √ √ √ √

    Proses Pembelajaran
    Aspek Pembelajaran Kriteria
    Relevan Efektif Efisien Signifikan Pedagogik
    Tahapan Pembelajaran Siap
    Inti
    Tutup
    Dinamika Interaksi Guru-Siswa Inter
    Antar
    Intra
    Keterangan: Observasi di kelas tidak dilaksanakan karena pihak sekolah akan mengadakan UAS.

    Hasil Pembelajaran
    Aspek Pembelajaran Kriteria
    Informasi Verbal Keterampilan Intelektual Strategi Kognitif Sikap Keterampilan Motorik
    Akademik Kognitif
    Afektif
    Psikomotorik

    Non Akademik Agama
    Olahraga
    Kesenian
    Keilmuan
    Baris-Berbaris
    Keterangan: Hasil tercantum pada pembahasan.