Activity

  • Ahmad Efendi Yunianto posted an update 6 years, 7 months ago

    NAMA : AHMAD EFENDI YUNIANTO
    NIM : 17407141023
    KELAS : A / ILMU SEJAARAH

    RESUME BUKU “Ikhtisar Sejarah Bangsa Inggris”
    Penulis : Samekto, S.S, M.A (exeter)

    Suku-suku Iberia dan suku-suku Kelt

    Kepulauan Britania ribuan tahun yang lalu diperkirakan dihuni berbagai ras, namun yang paling dominan adalah bangsa Iberia. Bangsa Iberia inilah yang darahnya mengalir pada orang-orang Skot dan Welsh dan menghasilkan kebudayaan berupa bangunan “Maiden Castle” dan “Stonehenge”. Namun sejak abad 7 SM sampai 3 SM mereka kedatangan bangsa Kelt dari Jerman.
    Hubungan kedua suku ini awalnya adalah yang menguasai dengan yang dikuasai, namun lambat laun mulai bercampur. Lambat laun mulai hidup bersama dan saling mengisi. Meski begitu mereka belum mengenal sistem kesukuan yang baik, sehingga jika terjadi perselisihan maka peranglah yang menjadi jalan keluar. Meski begitu, kedua bangsa ini tetap bisa hidup rukun. Meski sebagian telah berdiam di Britania, namun bangsa Kelt masih sering membantu rekan sesama suku di seberang sana. Sebagai bukti mereka mengirim bala bantuan ke Perancis selatan kala rekan sesama Kelt diserbu oleh pasukan Roma.

    Inggris di bawah kekuasaan Roma

    Pada tahun 55 dan 54 SM Roma menyerbu Kepulauan Britania. Dengan begitu cepat, Roma mulai menguasai daratan Britania. Namun tak seluruh Britania. Karena terjadi perlawanan oleh suku Kelt terutama yang mendiami daratan Wales dan Skotlandia. Mereka melakukan perlawanan hebat yang mebuat para pasukan Roma hanya mampu sampai di perbatasan Inggris Utara. Bahkan suku Kelt membangun tembok pada 123 M yang sampai saat ini masih kokoh berdiri dan dikenal sebagai “Hadrian Wall”. Perngaruh Roma di Inggris memang tak terlalu terlihat jelas memang, tak seperti pengaruh Germanik yang nantinya akan datang. Namun terlihat satu peninggalan Roma yang tampainya permanen, yakni agama kristen.

    Serbuan suku-suku Germanik

    Menjelang akhir abad ke-4 pemerintahan Roma di Inggris semakin goyah seiring dengan perlawanan-perlawanan dari suku Kelt dan juga kedatangan suku Germanik ke daratan Britania. Orang-orang Germanik yang datang ke Inggris adalah bangsa bangsa Jute, Angle dan Saxon atau disingkat “Anglo-Saxon”. Bangsa Jute berasal dari Jutland, Denmark yang sebagian juga dari Frisia, Jerman Utara. Sedangkan bangsa Angle dan Saxon berasal dari Jerman dan Denmark di sepanjang muara Sungai Elbe. Pun begitu mereka mempunyai bahasa dan kebudayaan yang sama. Mereka sama-sama memuja dewa Thor dan Woden.
    Kebudayaan mereka masih jauh tertinggal dari Roma, terlihat dari tujuan mereka datang ke Inggris yang hanya untuk mencari lahan untuk bertani, berbeda dengan Roma yang bertujuan membangun pemerintahan. Itu juga karena faktor bangsa Anglo-Saxon yang sebagian masyarakatnya hidup sebagai petani dan nelayan. Bangsa Anglo-Saxon kemudian mendirikan sebuah kerajaan yang dikenal sebagai “Anglo-Saxon Heptarchy”. Dari penamaan jelas bahwa jumlahnya ada tujuh, yaitu Northumbria, Mercia, East Anglia, Kent, Essex Sussex dan Wessex. Hubungan antara orang Kelt dan Anglo-Saxon kurang erat sehingga tidak saling mempengaruhi. Bahkan orang Kelt enggan mengajarkan agama kristen kepada orang Anglo-Saxon.

    Penyebaran agama kristen di Inggris

    Seperti yang telah dikemukakan bahwa Anglo-Saxon memuja dewa seperi Thor dan Woden. Namun dalam penyebarannya, agama kristen sendiri tak mendapat halangan-halagan yang berarti. Ajaran kristen oleh Anglo-Saxon masuk melalui dua jalur, yaitu utara dan selatan. Jalur selatan dimulai dengan mendaratnya Agustinus dan 40 pengikutnya di daerah Kent pada tahun 597. Agustinus membangun organisasi kegerejaan di Kent. Agustinus belum berhasil mengkristenkan seluruh Inggris dan baru wilayah Kent saja. Disana dia membangun tahta keuskupan di Canterbury dan kemudian hadir Theodorus sebagai Uskup Agung yang kemudian memasukan Inggris dalam dominasi ajarannya. Selain itu, ada orang kristen Kelt yang mampu mengkristenkan bagian Irlandia yakni Patricius dari Wales. Dari sini juga Northumbria juga berhasil dikristenkan oleh missionaris bernama Aidan dengan masuknya ajaran kristen, artinya masuk juga kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dari sini, lahirlah seorang sarjanawan bernama Bede yang nanti dikenal sebagai “Bapak Sejarah Inggris”.

    Serbuan orang-orang Skandinavia

    Inggis kinio mulai bisa bersatu dibawah orang-orang Anglo-Saxon dan raja-raja. Namun halangan lain besar kala bangsa “Viking” Skandinavia datang berbondon-bondong menyerbu. Menjelang abad 8 sampai abad 10 seluruh Pantai Atlantik dan Laut Tengah mendapat serangan-serangan dari pelaut ulung dari Skandinavia itu. Menjelang akhir abad 10 baru Inggris mendapat serangan dari bangsa Viking.
    Menjelang akhir abad ke 8 Inggris mendapat serangan pertama dari bangsa Viking. Serangan memuncak pada abad 9 oleh bangsa Viking dari dermark dan Norwegia. Setelah tujuh tahun berperang, akhirnya Raja Alfred dari Wessex memaksa bangsa Viking untuk menandatangani Perjanjian Wedmore pada tahun 878. Isinya bahwa “Orang-orang Skandinavia harus meninggalkan Wessex dan menetap di sebelah timur antara Chester dan London. Daerah itu selanjutnya dinamakan “Danelaw”, yaitu daerah dimana hukum Dane berlaku. Setelah keadaan sudah berhasil diamankan, Raja Alfred mulai mengatur kembali peradabannya. Alfred memerintahkan semua sarjananya untuk menerjemahkan semua buku teologi, sejarah, ilmu bumi dan lainnya dari bahasa latin ke bahasa inggris. Catatan seperti ini tetap dilanjutkan sampai abad 11, dan setelah Alfred meninggal catatan ini dikenal dengan nama “Anglo-Saxon Chronicle”. Pasca sepeninggal Alfred, tahta raja digantikan oleh Edward the Elder atau “Edgar”.
    Kemudian Edgar mengembangkan sistem pemerintahannya dan membagi kerajaan atas beberapa “Shires”. Setelah itu, dibawah Olaf, bangsa Viking kembali menyerang. Kali ini secara resmi dan dalam jumlah besar-besaran. Olaf, nantinya menjadi raja Norwegia bernama Svein. Ia memutuskan untuk menyatukan Inggris dan Norwegia, sampai raja penerusnya Edmund Ironside dan Cannute. Dan Raja pertama pasca Inggris berpisah dari Denmark adalah Edward The Confessor.

    Feodalisme tumbuh di Inggris

    Karena bangsa Anglo-Saxon hidup bertani, ada beberapa tingkatan, antara lain “etheling” atau orang orang yang lebih kaya dari penduduk lain, “churls” adalah orang yang memiliki tanah atau rumah sendiri, kemudian yang terakhir “laets” atau orang yang tak memiliki tanah. Dalam sistem yang lebih luas, para churls dan laets berkewajiban menyerahkan kebebasan dan hak mereka kepada orang yang lebih kuat atau “lord”. Sebaliknya lord ini berkewajiban melindungi hamba-hambanya yang disebut “villeins” atau “serfs”. Para Serfs sendiri yang mengerjakan tanah milik lord dan berhak mendapat perlindungan (masa itu terjadi serangan Bangsa Viking). Sesungguhnya para Lord tak sesungguhnya memiliki tanah tersebut, meraka hanya punya hak kuasa untuk memilikinya dan berkewajiban membayar pajak kepada “lord” yang lebih tinggi.

    Pemerintahan Edward the Confessor dan penaklukan oleh Normandia

    Saat Edward the Confessor menaiki tahta raja Inggris, ia mengangkat orang-orang Normandia dalam kedudukan-kedudukan tinggi baik dari lingkup gereja maupun dari luar. Ini dilakukan agar jika Edward meninggal, maka ia akan mengangkat orang-orang Normandia untuk menggantikannya daripada mengangkat raja dari salah satu tujuh kerajan dari tujuh daerah feodal.
    Nyatanya, meskipun selama masa pemerintahannya tak ada pertentangan dan berjalan damai, namun kemajuan hanya dialami dalam satu aspek saja yakni dari aspek agama. Setelah Edward meninggal, kemudian para Witan mengangkat Harold menjadi Raja. Namun disisi lain, Harald dari Norwegia dan William dari Normandia juga merasa punya hak. Akhirnya mereka mulai menyerang. Harald mendaratkan pasukannya di Inggris, namun ia terbunuh. Seminggu kemudian, giliran William yang menyerang dan berhasil mengalahkan Harold. Alhasil, William diangkat menjadi raja. Para perangkat kerajaan peninggalan Harold memilih menyerah juga pada William tanpa perlawanan.

    Akibat penaklukan oleh Normandia

    Perlu diketahui, Normandia mengadopsi sistem feodal. Para “baron” yang dalam sistem feodal Anglo-Saxon disebut “Earls atau ethelings”diberikan kuasa-kuasa atas daerah Normandia yang disebut “feudum” dan diberikan kewajiban pemberian upeti dan wajib militer pada “duke” (bawahan vassal). Baron juga membagi wilayahnya menjadi beberapa “knights” yang juga berkewajiban memberi upeti dan wajib militer kepada baron. Wajib militer adalah selama 40 hari dalam setahun dan dapat diperpanjang melalui perjanjian khusus. Dari atas sampai bawah, bangsa Normandia memakai sistem feodal mulai dari lord sampai hamba secara turun temurun. Dari atas ke bawah ada Duke – Baron – Knights secara terorganisir.
    Tak hanya dalam sosial dan feodal, dalam sistem politik pun Normandia lebih unggul dari Anglo-Saxon. Untuk dapat menjalankan kekuasaannya dan untuk mempermudah administrasi negara, William memecah shires yang sudah ada dan membentuk shires baru yang masing-masing dikuasai oleh “shire-reeve” atau “sheriff”.
    Salah satu tindakan William yang terpenting adalah “Domesday Survei” dimana para sheriff berkeliling sampai pelosok negeri untuk mencari fakta-fakta tentang kekayaan dan sumber kekayaan seperti tanah, ternak, maupun manusia. Semua data yang diolah tercantum dalam “Domesday Book” tahun 1086.
    Tak hanya dalam sistem pemerintahan, William juga mengadakan perubahan dalam sistem keagamaan. Salah satu yang terpenting adalah pemisahan pengadilan gereja dan sekuler yang sebel;umnya masih dicampur. Dalam hal inio wewenang spirituil dipegang Paus dan wewenang sekuler dipegang oleh raja.
    Salah satu akibat penakhlukan Normandia yang tak kalah penting adalah menyangkut bahasa. Akhirnya Willim memerintahkan untuk menghilangkan bahasa perancis dan menaruh bahasa inggris sebagai bahasa di Normandia.

    Raja-raja Anglo-Norman sesudah William I

    Secara monarki, pasca meninggalnya William I atau William the Conqueror maka mahkota kerajaan diturunkan kepada keturunannya William Rufus atau William II. Pada eranya, terjadi sengketa antar raja dan gereja. Pokok masalah adalah yang dimana pihak sekuler merasa iri karena harta kekayaan gereja jauh lebih besar. Hal ini dipahami karena gereja jauh lebih terpusat, terorganisir dan didukung oleh materiil yang melimpah. Sengketa terus menerus sampai William II meninggal, dan penggantinya Henry I berhasil membuat sebuah kompromi dan menyelesaikan sengketa.
    Dalam masa pemerintahan Henry I, perkembangan signifikan terjadi dalam hal peradilan. Henry I mengirimkan mahkamah-mahkamah ke sejumlah daerah guna menjamin tegaknya keadilan. Suasana aman dan damai terjadi di era Henry I.
    Suasana baik ini terganggu pasca ia meninggal. Sebabnya adalah dipilihnya Stephen of Blois sebagai raja. Itu karena putri Henry, Matilda menikah dengan Geoffrey Plantegenet dan mempunyai keturunan juga memiliki hak atas tahta kerajaan. Anarki terjadi selama masa pemerintahan Stephen, kemudian dia meninggal dan digantikan Henry II dari keluarga Plantegenet.

    Pertumbuhan kota-kota

    Pada masa pemerintahan William I, sejumlah kota sudah muncul secara yuridis dibawah kepemimpinan lord dan sheriff. Seiring berjalannya waktu, sejumlah kota meminta sebuah kebebasan untuk berdiri, berotonomi, mengumpulkan pajak, mengelola peradilan dan menjalankan pemerintahan, serta berhubungan langsung dengan kerajaan. Akhirnya kondisi itu terjadi dengan cara mereka membeli dan mereka akan mendapat piagam atau “charter”.
    Dalam kota, golongan pedagang disebut golongan menengah, karena mereka berada diantara golongan petani dan golongan atas. Kaum pedagang dalam kota mengelompok dalam “sarekat usaha sejenis”yang disebut “guilds”. Guils sendiri dibentuk dengan tujuan meningkatkan keakraban, saling membantu, dan kesejahteraan diantara anggotanya. Selain kaum pedagang, para produsen turut membentuk guilds atau secara khusus disebut “guilds craft”, seperti pengrajin kayu, pandai besi sanpai pembuat pakaian.
    Lambat laun pertumbuhan kota menjadi dinamis, ini karena penghuni kota menjadi jauh lebih terbuka. Sehingga gerakan renaissance dan reformasi pun mendapat dukungan dari kota-kota.

    Pemerintahan Henry II (1154-1189)

    Salah satu hal yang paling mencolok dalam sistem pemerintahan Henry II adalah sistem peradilan. Dmana telah dijelaskan diatas bahwa Henry I mengirimkan para mahkamah ke daerah-daerah demi tegaknya suatu keadilan. Itu terus berlanjut pada masa Henry II. Lermbaga-lembaga yang muncul antara lain “Common Law” dan “Jury”.
    Common Law yaitu suatui sistem hukum pribumi yang umum bagi seluruh kerajaan. Hukum ini merupakan ciptaan para hakim (judge-made) berdasarkan kebiasaan-kebiasaan, pengalaman-pengalaman, serta keputusan-keputusan mereka dalam menangani perkara yang pernah mereka jumpai. Sedangkan peradilan dengan menggunakan jury adalah hampir sama dengan cara kerja Domesday Survei di masa William I. Dimana ada 8 orang yang harus memberian kesaksian tentang kekayaan yang berada di tempat itu. Seiring perjalanannya, jury bukan hanya meberi kesaksian melainkan memberikan penilaian mengenai benar tidaknya sebuah kesaksian. Melalui hukum, Henry II berhasil memperkuat pemerintahannya dan mencegah anarki feodal.
    Namun, saat Henry berhasil mencegah anarki dalam kerajaannya, ia gagal mencegahnya dalam kerajaannya. Kedua puteranya memberontak kepadanya atas bantuan raja perancis, sebuah penghianatan yang mengecewakannya. Dua tahun berikutnya ia meninggal. Ia digantikan Richard I atau Richard the Lion Hearted. Ia lebih dikenal sebagai tokoh perang salib daripada raja inggris.

    Perang Salib

    Perang salib dimulai 1096 dan secara terputus-putus berlangsung selama dua abad. Perang yang disebut perang perang berlatar agama yang bertujuan merebut Jerusalem dari tangan muslim itu juga membuat inngris tertarik untuk mengirim ekspedisi. Para knights berniat mencari pengalaman, para serfs berharap kebebasannya dan yang lain ada juga yang mengharap sebuah materi.
    Ada banyak ekspedisi yang dikirim, namun yang terpenting ada tiga, yaitu : Perang Salib I (1096-1099) yang paling berhasil dengan merebut Jerusalem dari bangsa Turki, kemudian Perang Salib II (1047-1050) yang gagal merebut Tanah Suci dari Islam yang telah mertebutnya kembali. Yang ketiga, Perang Salib III (1189-1192) yang juga gagal merebut tanah suci dari Sultan Saladin dari Mesir.
    Perang Salib tidak berhasil mencapai tujuan utama yaitu merebut kembali Jerusalem. Namun akibatnya terhadap perkembangan eropa termasuk Inggris sangat besar. Perang itu telah memperkaya pengalaman, pandangan dan mental bagsa eropa barat yang secara langsung berkenalan budaya lain lewat perang. Penemuan dan ilmu baru mulai muncul pasca perang. Khususnya di Inggris, Perang Salib berakibat bertambah kuatnya kekuasaan raja karena banyak diantara barons yang ikut berperang.

    Pemerintahan Richard I (1189-1199)

    Raja Richard lebih dikenal sebagai pahlawan perang salib III dengan julukan Lion Hearted. Selama pemerintahannya ia sangat jarang sekali berada di Inggris dan lebih banyak di luar untuk berperang. Pemerintahan di Inggris ia limpahan kepada adiknya John, tentu dengan imbalan.
    John dikenal dsangat tidak bijak bahkan dia berencana melengserkan kekuasaan kakaknya. Namun Richard yang memgetahuinya langsung menyerahkan kekuasaan pada Uskup Hubert Walter. Selama masanya, asas peradilan sangat dijunjung tinggi. Keadilan dimana-mana. Sangat disayangkan, seiring dengan terbunuhnya Richard di tangan pasukan Perancis pada 1199 era Hubert Walter pun juga berakhir. Setelah Richard meninggal, tahtanya digantikan oleh sang adik, John.

    Magna Charta
    Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa John jauh dari sifat bijaksana. Selama menjadi raja, John pun dikenal sebagai raja terburuk. Ia sering meminta pajak dari bangsawan seperti yang tidak diharuskan. Ia pun juga melakukan perlawanan terhadap Perancis guna mednambah pemasukan selain dari bangsawan. Melawan ketidakadilan dan kesewenangan John, para bangsawan berontak dan memaksa John menandatangani sebuah piagam. John menyerah dan akhirnya menandatangani Magna Charta (Piagam Agung) di Runnymede.
    Magna Charta atau The Great Charter berisi 63 fatsal yang merumuskan tuntutan-tuntutan para vassal mengenai hak dan kewajiban mereka serta mendapat perlindungan hukum. Tak ada yang dibahas mengenai masalah politik, yang ada hanya masalah khusus. Antara lain tak boleh ada tambahan pajak tanpa persetujuan “Great Council” atau Majelis Agung.
    Walaupun bersifat khusus, namun dokumen ini sangat penting bagi sejarah bangsa Inggris. Salah satunya adalah bahwa raja dan hamba-bambanya juga harus sama dimata hukum.
    Meski demikian, seperti yang telah ditebak, John menghianati kesepakatan ini. Beruntung sebelum terjadi perang saudara yang besar, konflik ini berakhir dengan meninggalnya John pada tahun 1216. Tahta kemudian digantikan kepada anaknya yang berusia 9 tahun, Henry III.

    Pemerintahan Henry III (1216-1272)

    Henry III menjadi raja Inggris saat masih berusia 9 tahun. Maka dibentuklah suatu dewan yang terdiri dari justiciar dan para uskup untuk memerintah atas namanya. Barulah ketika belia berusia 20 tahun, dia benar-benar memerintah.
    Raja Henry III dikenal sebagai raja yang lemah, dengan begitu kondisi pun dimanfaatkan bagi petinggi Gereja Roma dan Orang-orang Perancis untuk memiliki posisi di kerajaan. Hal itu tentu tidak disenangi oleh rakyat inggris sendiri. Dari situlah mulai muncul sentimen-sentimen negatif kepada Raja Henry III.
    Masalah timbul ketiga ipar Henry III sendiri Simon de Monfort dari Perancis merasa ia mempunyai hak untuk berkuasa dan melakukan serangan sehingga timbul dua kubu yang menimbulkan perpecahan, kubu Henry III dan kubu Simon de Monfort. Usaha pertama Simon sempat membuat Henry III kewalahan, namun pada serangan berikutnya Henry III dibantu anaknya Edward dan berhasil memukul mundur Simon.
    Henry III meninggal pada 1672 dan digantikan putranya, Edward.

    Lahirnya Parlemen Inggris

    Istilah “parlement” berarti musyawarah atau diskusi yang pertama kali istilah itu diperkenalkan pada masa Henry III. Istilah ini ditujukan untuk “Great Council” yang merupakan majelis para baron. Raja Henry III akan mendengarkan masukan atau pendapat dari para Great Council yang kemudian mereka akan bertindak setelah bermusyawah (saat itu belum ada pemisahan eksekutif dan yudikatif). Namun secara umum, badan ini benar-benar menjalankan fungsinya sebagai parlemen adalah pada masa Edward I.
    Edward I langsung menerima perwakilan dari masing-masing counties, bertemu para villeins dan juga para lord untuk membahas masalah yang mereka hadapi secara langsung. Edward I benar-benar mendapat manfaat yang besar dari sistem ini, karena dapat memperlancar urusan pajak, dll.
    Pada masa pemerintahan Edward I, parlemen masih terbentuk satu majelis. Belum terbagi antara House of Lord dan House of Commons. Ketuanya diwakili oleh sang raja sendiri. Dalam masa Edward I, parlemen masih dalam taraf permulaan, namun dasar-dasar perkembangan selanjutnya sudah diletakkan.

    Kebijaksanaan-kebijaksanaan Edward I lainnya

    Selain membentuk parlemen, Edward I menjalankan beberapa kebijaksanaan lainnya saat ia memimpin yang tentu besar efeknya untuk tata kehidupan Inggris.
    Pertama dalam hukum. Salah satunya adalah Statute Law yang mana peraturan perundang-undangannya disahkan melalui parlemen. Darui hukum ini yang besar efeknya untuk masyarakat Inggris adalah perundang-undangan mengenai tanah.
    Hal lainnya untuk menambah pendapatan negara adalah kebijakan “bea masuk”. Perndapatan Inggris sempat turun tatkala mereka mengusir orang-orang Yahudi dari Inggris, namun hal itu didukung masyarakat. Perlu diketahui bahwa orang Yahudi kala itu adalah orang yang sangat ahli dalam hal pinjam meminjam uang, dan dengan diusirnya mereka maka orang Inggris secara terpaksa belajar hal-ikhwal peminjaman dan pemasaran. Sehingga tatkala orang Yahudi datang tiga abad kemudian, pasaran telah dikuasai Inggris sendiri.
    Selain hal hukum dan keuangan, Edward juga merupakan raja yang ingin melihat kesatuan Britania. Maka ia berusaha memasukkan Wales dan Skotlandia dalam kerangkanya. Lewat berbagai pertempuran, Wales akhirnya berhasil jatuh ke Inggris dan menyerahkan administrasi serta hukum ke Inggris. Namun, usaha Edward I untuk menakhlukan Skotlandia gagal bahkan sampai dia meninggal. Itu karena Skotkandia bersekutu dengan Perancis, yang artinya Edward I melawan dua musuh sekaligus. Usaha penaklukan Skotlandia baru akan berhasil pada abad ke 18.

    Perang Seratus Tahun

    Selama lebih dari satu abad (1337-1453) , tetapi secara terputus-putus , pasukan Inggris dan Perancis bertempur di daratan Perancis. Sebab langsung yang memanjang dari perang ini lebih bersifat politis dan ekonomis.
    Sebab politik adalah yang mana monarki Inggris dan Perancis sesungguhnya telah berselisih sejak lama karena Inggris masih menguasaisuiatu daerah di Perancis selatan bernama Gascony, sehingga menyulitkan raja Perancis untuk mengkonsolidasikan seluruh daerah-daerah kerajaannya.
    Di bidang ekonomi, terdapat persaingan dalam masalah angkutan laut sehingga sering terjadi bajak membajak antara pelaut Inggris dan Perancis tanpa ada sanksi hukum apapun dari masing-masing negara. Hal ini mengakibatkan mandeknya jual beli.
    Selain sebab ini, masih ada sebab khusus lainnya yang memicu perang yakni adanya rasa atau keinginan untuk memperluas wilayah kerajaan atau ekspansi.
    Pun pada akhirnya, Perancis dapat memperoleh kemenangan dalam perang ini pada tahun 1453 dan sebagai akibatnya Inggris kehilangan semua wilayahnya di Perancis kecuali kota Calais. Salah satu tokoh patriotik dari perancis yang terkenal adalah seorang gadis petani, Jeanne d’Arc. Pada Waktu perang selesai, Edward III yang memulainya telah lama meninggal dan sejak itu Inggris sudah empat kali berganti Raja, antara lain Richard II, Henry IV, Henry Vdan Henry VI. Richard II adalah raja terakhir dari keluarga Plantagenet, dan raja-raja selanjutnya adalah dari keluarga Lancester.

    Akibat-akibat Perang Seratus Tahun

    Walaupun di Perancis banyak akibat negatif, namun bagi Inggris perang ini mempunyai imbas positif. Dalam bidang politik, Inggris tidak mudah terlibat dalam masalah-masalah yang timbul dari daratan eropa. Itu karena mereka sudah kehilangan seluruh wilayahnya di Perancis.

    “The Wars of the Roses”

    Hanya dua tahun pascca Perang Seratus Tahum, mulailah perang saudara di Inggris yang dikenal dengan perang mawar atau “The Wars of The Roses” yang berlangsung secara terputus-putus selama 30 tahun, sebab pokok perang tersebut adalah krisis kewibawaan raja-raja Lancester, lebih-lebih Henry IV, sehingga menimbulkan anarki khususnya dalam kalangan bangsawan.
    Demikianlah sebab-sebab sesungguhnya yang menimbulkan perang ini adalah rebutan mahkota antara keluarga Lancester dan keluarga York. Dalam perang mawar antara Lancester dan York ini sama sekali tidak terlibat masalah prinsip mengenai sistem pemerintahan, bahkan sama sekali tak ada persoalan kepentingan golongan.
    Masing-masing kubu yang bertarung dalam perang ini mempunyai pengiktu yang terdiri dari kaum bangsawan dengan para tentara pribadinya. Pertempuran dalam perang-perang ini kebanyakan dilakukan secara kecil-kecilan oleh kelompok-kelompok bangsawan, masing-masing dengan tentara pribadinya.kalah dan menang silih berganti, setiap kali terjadilah perampasan harta dari pihak yang menang dalam perang, banyak kaum bangsawan yang tewas.
    Sejak 1461 sampai 1483 terjadi aksi rebut-merebut, guling-menggulingkan dari masing-masing kubu oleh Edward dan Henry. Akhirnya seorang bangsawan bernama Henry Tudor, Earl of Richmon menantang Richard IIIdan mencalonkan diri sebagai penggantinya. Sebagian warga Inggris mendukungnya, dan pada 1485 ia berhasil menggulingkan dan membunuh Richard III. Dengan demikian berakhirlah perang mawar ini.

    Surutnya Zaman Pertengahan

    Surutnya zaman pertengahan bukanlah suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan suatu proses yang terjadi secara berangsur-angsur. Demikian di Inggris terjadi sejak abad ke 13 dan terus terjadi hingga abad ke 16. Faktor-faktor surutnya zaman pertengahan ini lebih pada aspek ekonomis, politis, sosial dan kuilturil.
    Di Inggris, faktor-faktor penyebab utamanya seperti yang kita dapat simpulkan dari uraian-uraian mengenai zaman-zaman terahulu sampai zaman Tudor ialah pulihnya kembali keagamaan yang memungkinkan tumbuhnya kota-kotabeserta golongan menengah beserta penghuninya yang merupakan saingan bagi para bangsawan; makin besarnya peran uang dalam kehidupan ekonomi sehingga mendesak tata kehidupan feodal.
    Terbitnya zaman modern di Inggris ditandai di bidang politik dengan semakin menonjolnya peran dan kekuasaan negara nasional dengan raja sebagai pucuk kekuasaan. Konsolidasi negara nasional serta penyesuaian lembaga-lembaga dengan situasi baru ini berlansung selama pemerintahan raja-raja keluarga Tudor.
    enry VII dan konsilidasi negara nasional

    Mary (1553-1558) dan reaksi Katholik

    Karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan pemerintahan sebelumnya, terutama Northumberland, sesungguhnya Mary Tudor mempunyai kesempatan baik ntuk menjadi seorang ratuyang disukai hamba-hambanya. Sayang sekali kesempatan ini ia rusak oleh semdiri karena kehendaknya untyk memaksakan kehendaknya tanpa mengiraukan pikiran-pikiran dari rakyatnya. Salah satrunya adalah keyakinannya bahwa Inggris harus kembali ke gereja katholik. Dengan demikian Mary hendak meniadakan semua hasil revolusi keagamaan yang sudah dicapai hingga saat itu dan mengabaikan kebanggan nasional.
    Segera sesudah Mary berkuasa, ia dibantu oleh Privy Council berusaha meneruskan langkahnya yang tentu berklainan dengan rakyat. Tetspi untung bagi rakyat Inggris bahwa malapetaka ini tak berlangsung lama. Mary meninggal menjelang akhir tahun 1558. Mendung yang menutupi bangsa Inggris mulai berangsur berubah menjadi cerah dengan dinobatkan Elizabeth putri VIII menjadi Ratu.

    Elizabeth I (1558-1603) dan pemecahan masalah nasional

    Elizabeth I telah menyaksikan sendiri kegagalan Mary dalam usahanya mengembalikan Inggris ke Gereja Katholik Roma, ia juga sadar bahwa ia lahir dari pernikahan yang tak direstui Gereja Roma, maka dari itu ia tak melanjutkan usaha Mary.
    Dalam memecahkan masalah keagamaan nasional Elizabeth selalu mengikut sertakan parlemen-parlemen. Maka pada tahun 1559, parlemen mensahkan umdang-undang yang yang meniadakan kekuasaan Paus di Inggris. Yang kemudian membentuk Gereja nasional atau disebut Gereja Anglikan dengan monarki Inggris sebagai pimpinan tertinggi.
    Pemecahan masalah keagamaan yang diprakarsai oleh Elizabeth terbukti tepat karena akhirnya masalah keagamaan menjadi reda dan Gereja Anglikan yang dihasilkan ternyata dapat bertahan hingga saat ini yang lebih toleran dan merupakan salah satu dari sejumlah lembaga yang merupakan kompromi khas Inggris yang telah memberikan sahamnya bagi pembentukan Inggris modern.

    Revolusi Industri dan Transportasi

    Pertambahan penduduk tentu meningkatkan permintaan akan barang. Hal ini merupakan peluang baik bagi para bangsawan untuk meningkatkan keuangan. Ada beberapa usaha, tatkala para pemilik usaha pengecoran besi mengerahui bahwa mereka tidak dapat melayani permintaan yang meningkat karena mereka kekurangan bahan bakar yang waktu itu berupa kayu, maka dicobalah batu bara yang ternyata hasilnya lebih baik. Ini berarti peluang yang sangat bagus bagi para pengusaha batubara untuk memperoleh keuntungan yang berlebih. Tetapi masalah terjadi tatkala banyak air yang selalu menggenang di tambang-tambang. Persoalan in berhasil dipecahkansetelah mereka menemukan cara baru yang ditemukan James Newcoman yang disempurnakan James Watt yang dikenal dengan mesin uap.
    Mulai digunakannya mesin ini dan pendirian banyak pabrik berakibat tidak saja dalam ekonomi, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan politik. Perubahan-perubahan bahan radikal dan luas sebagai akibat dari penetrapan teknologi modern pada industri inilah yang terkenak dengan istilah Revolusi Industri. Revolusi industri sangat berpewngaruh terhadup kehidupan ekonomi industri inggris kala itu.
    Revolusi Industru tidak akan mungkin jika tidak disertai dengan revolusi di bidang lain, yaitu bidang transportasi. Pada peretengahan abad ke 18, jalan-jalan di Inggris kondisinya sangat buruk sehingga pengangkutan barang-barang sangatlah lambat. Kaum-kaum industrialis mendesak pemerintah untuk memperbaiki jalan. Dan parlemen pun memberikan respon dengan mengesahkan apa yang disebut “Turnpike Act” yaitu undang-undang yang memberi kuasa kep[ada para tuan tanah dan usahawan yang berminat untuk membangun dan memelihara jalan dan memungut bayaran bagi para pengguna jalan tersebut. Dengan begitu, tak lama kemudian jalan-jalan mulai diperbaiki dan mulai membaik, namun jalan masih banyak yang sukar dilalui terlebih di musim dingin.
    Barulah pada awal abad 19Telford dan McAdams menemukan cara ilmiah untuk membuat jalan yang tahan segala musim. Penemuan mesin uap tak hanya digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik dengan sumber tenaga tetapi juga ditrapkan dalam bidang transportasi. Mulai dari situ kemudian Inggris mulai berkembvang pesat, dengan lancarnya transportasi maka lancar pula saluran atau distribusi bahan-bahan industri ke penjuru wilayah. Dengan begitu, industri semakin berkembang pesat.